BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belajar merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh
individu secara sadar untuk mencapai perubahan pada dirinya, perubahan tersebut
berupa perubahan tingkah laku, penambahan pengetahuan, dan perubahan-perubahan
lainnya yang bersifat positif dan dapat dimanfaatkan oleh individu pelaku
belajar.
Belajar pada
hakekatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka
perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif. Hal ini sejalan dengan
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Hanafiah & Suhana, 2010:20).
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan belajar?
2. Apa
sajakah jenis-jenis belajar?
3. Apa
sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui hakikat belajar
2. Untuk
mengetahui jenis- jenis belajar
3. Untuk
mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Belajar
Belajar
merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu
mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar
memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan,
tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Konsep tentang belajar
telah banyak didefinisikan oleh para pakar psikologi. Berikut disajikan
beberapa pengertian tentang belajar.
1. Gage
dan Berliner (1983: 252) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu
organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.
2. Morgan
et.al. (1986: 140) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif
permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman.
3. Slavin
(1994: 152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang
disebabkan oleh pengalaman.
4. Gagne
(1977: 3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan
manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku
itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.
5. Arno F. Wittig
dalam Psychology of Learning: 1981. Belajar ialah perubahan
yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam tingkah laku suatu
organisme sebagai hasil belajar.
6. Hintzman, Douglas L.
dalam The Psychology of Learning and Memory: 1987. Belajar
adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan,
disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme
tersebut.
Dari beberapa
pengertian tersebut tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur
utama, yaitu:
a.
Belajar
berkaitan dengan perubahan perilaku
Perilaku mengacu pada suatu tindakan
atau berbagai tindakan. Perilaku yang tampak (overt behavior) seperti
berbicara, menulis puisi, mengerjakan matematika dapat memberi pemahaman
tentang perubahan perilaku seseorang.
b.
Perubahan
perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman
Pengalaman dalam pengertian belajar
dapat berupa pengalaman fisik, psikis, dan sosial. Oleh karena itu perubahan
perilaku yang disebabkan oleh faktor obat-obatan, adaptasi penginderaan, dan
kekuatan mekanik, misalnya, tidak dipandang sebagai perubahan yang disebabkan
oleh pengalaman.
c.
Perubahan
perilaku karena belajar bersifat relatif permanen
Lamanya perubahan perilaku yang
terjadi pada diri seseorang adalah sukar untuk diukur. Perubahan perilaku itu
dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu, satu bulan, atau bahkan
bertahun-tahun.
Oleh karena itu apabila seseorang
mampu memahami proses belajar dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari
belajar pada kehidupan nyata, maka ia akan mampu menjelaskan segala sesuatu
yang ada di lingkungannya. Demikian pula jika seseorang memahami
prinsip-prinsip belajar, maka akan mampu mengubah perilaku seperti yang
diinginkannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa
ciri belajar, antara lain :
1. Belajar ditandai dengan perubahan
tingkah laku (change behavior).
2.
Perubahan perilaku relative
permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena
belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah.
3.
Perubahan tingkah laku tidak
harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung,
perubahan perilaku tersebut bersifat potensial
4.
Perubahan tingkah laku
merupakan hasillatihan atau pengalaman
5.
Pengalaman atau latihan itu
dapat memberi penguatan.
B. Unsur-Unsur
Belajar
Belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat
berbagai unsur yang saling kait-mengait sehingga menghasilkan perubahan
perilaku (Gagne, 1977: 4). Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Peserta didik
Istilah peserta didik dapat
diartikan sebagai peserta didik, pembelajar, warga belajar, dan peserta
pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar. Peserta didik memiliki organ
penginderaan yang digunakan untuk menangkap rangsangan otak yang
digunakan untuk menstransformasikan hasil penginderaannya ke
dalam memori yang kompleks dan syaraf atau otot yang digunakan
untuk menampilkan kinerja yang menunjukkan apa yang telah dipelajari.
2.
Rangsangan (Stimulus)
Peristiwa yang merangsang penginderaan
peserta didik disebut situasi stimulus. Contoh dari stimulus tersebut adalah
suara, sinar, warna, panas, dingin, tanaman, gedung, dan orang. Agar peserta
didik mampu belajar optimal maka harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang
diminati.
3.
Memori
Memori yang ada pada peserta didik
berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dihasilkan dari aktivitas belajar sebelumnya.
4.
Respon
Respon merupakan tindakan yang
dihasilkan dari aktualisasi memori. Peserta didik yang sedang mengamati
stimulus, maka memori yang ada didalam dirinya kemudian memberikan respon
terhadap stimulus tersebut.
Keempat unsur belajar tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut. Kegiatan belajar akan terjadi pada diri peserta
didik apabila terdapat interaksi antara stimulus dengan isi memori, sehingga
perilakunya berubah dari waktu sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut.
Apabila terjadi perubahan perilaku, maka perubahan perilaku itu menjadi
indikator bahwa peserta didik telah melakukan kegiatan belajar.
C. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Dalam peserta
didikan, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh peserta didik setelah
melaksanakan kegiatan belajar dirumuskan dalam tujuan peserta didikan. Tujuan
peserta didikan merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan melalui
pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada diri
peserta didik, yakni pernyataan tentang apa yang diinginkan pada diri peserta
didik setelah menyelesaikan pengalaman belajar. Untuk mengukur kemampuan
peserta didik di dalam mencapai tujuan peserta didikan tersebut diperlukan
adanya pengamatan kinerja (performance)
peserta didik sebelum dan setelah peserta didikan berlangsung, serta mengamati
perubahan kinerja yang telah terjadi.
Dalam kegiatan belajar, tujuan yang harus dicapai oleh
setiap individu dalam belajar memiliki beberapa peranan penting, yaitu :
1.
Memberikan arah pada kegiatan
peserta didikan. Bagi pendidik, tujuan peserta didikan akan mengarahkan
pemilihan strategi dan jenis kegiatan yang tepat. Kemudian bagi peserta didik,
tujuan itu mengarahkan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar yang
diharapkan dan mampu menggunakan waktu seefisien mungkin.
2.
Untuk mengetahui kemajuan
belajar dan perlu tidaknya pemberian peserta didikan pembinaan bagi peserta
didik (remedial teaching). Dengan
tujuan peserta didikan itu pendidik akan mengetahui seberapa jauh peserta didik
telah menguasai tujuan peserta didikan tertentu, dan tujuan peserta didikan
mana yang belum dikuasai.
3.
Sebagai bahan komunikasi.
Dengan tujuan peserta didikan, pendidik dapat mengkomunikasikantujuan peserta
didikannya kepada peserta didik, sehingga peserta didik dapat mempersiapkan
diri dalam mengikuti proses peserta didikan.
Benyamin
S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu:
1. Ranah
kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran
intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori:
·
Pengetahuan
didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali informasi (materi
peserta didikan) yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan mencerminkan
tingkat hasil belajar paling rendah pada ranah kognitif.
·
Pemahaman
didefinisikan sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi peserta didikan.
Hasil belajar ini berada pada satu tahap di atas pengingatan materi sederhana,
dan mencerminkan tingkat pemahaman paling rendah.
·
Penerapan
mengacu
pada kemampuan menggunakan materi peserta didikan yang telah dipelajari di
dalam situasi baru dan kongkrit. Hasil belajar di bidang ini memerlukan tingkat
pemahaman yang lebih tinggi daripada tingkat pemahaman sebelumnya.
·
Analisis
mengacu
pada kemampuan memecahkan material ke dalam bagian - bagian sehingga dapat
dipahami struktur organisasinya. Hasil belajar ini mencerminkan tingkat
intelektual lebih tinggi daripada pemahaman dan penerapan, karena memerlukan
pemahaman isi dan bentuk struktural materi peserta didikan yang telah
dipelajari.
·
Sintesis
mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam rangka membentuk
struktur yang baru. Hasil belajar bidang ini menekankan perilaku kreatif,
dengan penekanan dasar pada pembentukan struktur atau pola-pola baru.
·
Penilaian
mengacu
pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi peserta didikan
(pernyataan, novel, puisi, laporan) untuk tujuan tertentu. Hasil belajar di
bidang ini adalah paling tinggi di dalam hirarkhi kognitif karena berisi
unsur-unsur seluruh kategori tersebut dan ditambah dengan keputusan tentang
nilai yang didasarkan pada kriteria yang
telah ditetapkan secara jelas.
2. Ranah
afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuannya
mencerminkan hirarkhi yang bertentangan
dari keinginan untuk menerima sampai dengan pembentukan pola hidup. Kategori
tujuan peserta didikan afektif adalah:
· Penerimaan
mengacu pada keinginan peserta didik untuk menghadirkan rangsangan atau
fenomena tertentu (aktivitas kelas, buku teks, musik, dan sebagainya).
Penerimaan itu mencerminkan tingkat hasil belajar paling rendah di dalam ranah
afektif.
· Penanggapan
mengacu pada partisipasi aktif pada diri peserta didik. Hasil belajar di bidang
ini adalah penekanan pada kemahiran merespon (membaca materi peserta didikan),
keinginan merespon(mengerjakan tugas secara sukarela), atau kepuasan dalam
merespon (membaca untuk hiburan).
· Penilaian
berkaitan dengan harga atau nilai yang melekat pada obyek, fenomena atau
perilaku tertentu pada diri peserta didik. Hasil belajar di bidang ini
dikaitkan dengan perilaku yang konsisten dan cukup stabil di dalam membuat
nilai yang dapat dikenali secara jelas.
· Pengorganisasian berkaitan
dengan perangkaian nilai-nilai yang berbeda, memecahkan kembali konflik-konflik
antar nilai, dan mulai menciptakan sistem nilai yang konsisten secara internal.
Hasil belajar ini dapat berkaitan dengan konseptualisasi nilai (mengenali
tanggung jawab setiap individu untuk memperbaiki hubungan antar manusia) atau
pengorganisasian sistem nilai (mengembangkan rencana kerja yang memenuhi
kebutuhan sendiri baik dalam hal peningkatan ekonomi maupun pelayanan sosial).
· Pembentukan pola hidup
mengacu pada individu peserta didik memiliki sistem nilai yang telah
mengendalikan perilakunya dalam waktu cukup lama sehingga mampu
mengembangkannya menjadi karakteristik gaya hidupnya. Perilaku pada tingkat ini
adalah bersifat pervasif, konsisten dan dapat diramalkan. Hasil belajar pada
tingkat ini mencakup pelbagai aktivitas yang luas, namun penekanan dasarnya
adalah pada kekhasan perilaku peserta didik atau peserta didik memiliki karakteristik
yang khas.
3. Ranah
psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan
syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Kategori jenis perilaku untuk
ranah psikomotorik menurut Elizabeth Simpson adalah:
· Persepsi
berkaitan dengan penggunaan organ penginderaan untuk memperoleh petunjuk yang
memandu kegiatan motorik.
· Kesiapan
mengacu pada pengambilan tipe kegiatan tertentu. Kategori ini mencakup kesiapan
mental (kesiapan mental untuk bertindak), kesiapan jasmani (kesiapan jasmani
untuk bertindak) dan kesiapan mental (keinginan untuk bertindak).
· Gerakan terbimbing berkaitan
dengan tahap-tahap awal di dalam belajar keterampilan kompleks. Ia meliputi
peniruan dan mencoba-coba.
· Gerakan terbiasa berkaitan
dengan tindakan kinerja dimana gerakan yang telah dipelajari itu telah menjadi
biasa dan gerakan dapat dilakukan dengan sangat meyakinkan dan mahir.
· Gerakan kompleks
berkaitan dengan kemahiran kinerja dari tindakan motorik yang mencakup
pola-pola gerakan yang kompleks. Kategori ini mencakup pemecahan hal-hal yang
tidak menentu (bertindak tanpa ragu-ragu) dan kinerja otomatis (gerakan
dilakukan dengan mudah dan pengendalian yang baik).
· Penyesuaian
berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan sangat baik sehingga individu
partisipan dapat memodifikasi pola-pola gerakan sesuai dengan
persyaratan-persyaratan baru atau ketika menemui situasi masalah baru.
· Kreativitas
mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi
tertentu atau masalah-masalah tertentu.
Gagne
dan Briggs (1979:119) memaknai tujuan belajar atau peserta didikan ke dalam
tujuan kinerja (performance objectives).
Gagne dan Briggs mengklasifikasikan tujuan peserta didikan ke dalam lima
kategori, yaitu:
1) Kemahiran intelektual
merupakan kemampuan yang membuat individu kompeten. Kemampuan ini berentangan
mulai dari kemahiran bahasa sederhana seperti menyusun kalimat sampai pada
kemahiran teknis maju, seperti rekayasa, dan kegiatan ilmiah.
2) Strategi kognitif merupakan
kemampuan yang mengatur perilaku belajar, mengingat, dan berpikir seseorang.
Kemampuan yang berada di dalam strategi kognitif ini digunakan oleh peserta
didik dalam memecahkan masalah secara kreatif.
3) Informasi verbal merupakan
kemampuan yang diperoleh peserta didik dalam bentuk informasi atau pengetahuan
verbal. Informasi verbal yang dipelajari di situasi peserta didikan diharapkan
dapat diingat kembali setelah peserta didik menyelesaikan kegiatan peserta
didikan.
4) Kemahiran motorik
merupakan kemampuan yang berkaitan dengan kelenturan syaraf atau otot. Peserta
didik naik sepeda, menyetir mobil dan menulis halus merupakan beberapa contoh
yang menunjukkan kemahiran motorik.
5) Sikap merupakan
kecenderungan peserta didik untuk merespon sesuatu. Setiap peserta didik
memiliki sikap terhadap pelbagai benda, orang, dan situasi.
D. Hirarkhi
Belajar
Sistematika hirarkhi tugas belajar yang dikemukakan oleh
Gagne adalah didasarkan pada hasil penelitian dari para pakar psikologi. Tipe
hirarkhi tugas belajar itu dipandang sebagai tahap-tahap yang saling mendasari,
yakni dimulai dari tahapan yang paling rendah. Dengan demikian, hirarkhi tugas
belajar yang berada di bawah menjadi landasan bagi kategori belajar yang berada
di atasnya.
Penyusunan hirarkhi tugas belajar secara hirarkhi itu berarti
bahwa hirarkhi tugas belajar yang berada di tingkat atas bersifat lebih
kompleks, karena mencakup semua hirarkhi tugas belajar yang terdapat di
bawahnya. Dengan kata lain, peserta didik agar mampu memperoleh prinsip
pemecahan masalah menuntut penguasaan beberapa kaidah, kemudian kaidah dapat
dikuasai oleh peserta didik apabila terlebih dahulu menguasai konsep-konsep
tertentu, begitu seterusnya.
Gagne menyusun delapan hirarkhi tugas belajar meliputi:
1) Belajar tanda (signal learning),
kategori belajar ini dapat disamakan dengan respon bersyarat seperti yang
disampaikan oleh Pavlov.
2) Belajar stimulus-response
(stimulus-response learning), dalam pola belajar ini dibentuk hubungan antara
stimulus dengan suatu respon berdasarkan efek yang mengikuti pemberian respon
tertentu.
3) Belajar jalinan (chaining), dalam
belajar ini terdapat sejumlah langkah sebagai mata rantai dalam keseluruhan
rangkaian gerakan yang dilakukan secara berurutan.
4) Belajar jaringan verbal (verbal
chaining), dalam belajar ini peserta didik menghubungkan suatu kata dengan
suatu objek yang berupa benda, orang atau kejadian, dan merangkaikan sejumlah
kata dalam urutan yang tepat.
5) Belajar perbedaan jamak, pola
belajar ini menghasilkan kemampuan untuk membeda-bekan antara objek yang
terdapat di lingkungan fisik.
6) Belajar konsep (concept learning),
merupakan tipe belajar yang memungkinkan peserta didik mengidentifikasi objek
berdasarkan pada gambaran yang telah diinternalisasi.
7) Belajar kaidah (rule learning),
kaidah merupakan jalinan antara dua konsep atau lebih.
8) Pemecahan masalah (problem solving),
belajar ini menghasilkan prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
E. Prinsip-Prinsip
Belajar
Beberapa prinsip belajar lama yang berasal dari teori dan
penelitian tentang belajar masih relevan dengan beberapa prinsip lain yang
dikembangkan oleh Gagne. Beberapa prinsip yang dimaksud adalah:
a. Keterdekatan (contiguity),
menyatakan bahwa situasi stimulus yang hendak direspon oleh pembelajar harus
disampaikan sedekat mungkin waktunya dengan respon yang diinginkan.
b. Pengulangan (repetition), menyatakan
bahwa situasi stimulus dan responnya perlu diulang-ulang, atau dipraktikkan,
agar belajar dapat diperbaiki dan meningkatkan retensi belajar.
c. Penguatan (reinforcement),
menyatakan bahwa belajar sesuatu yang baru akan diperkuat apabila belajar yang
lalu diikuti oleh perolehan hasil yang menyenangkan.
Menurut Gagne, ketiga prinsip di atas
dipandang sebagai kondisi eksternal yang mempengaruhi belajar. Ketiga prinsip
lain yang menjadi kondisi internal yang harus ada pada diri pembelajar, yaitu:
1) Informasi faktual (factual
information). Informasi dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (a)
dikomunikasikan kepada pembelajar; (b) dipelajari oleh pembelajar sebelum
memulai belajar baru; dan (c) dilacak dari memori.
2) Kemahiran intelektual (intelectual
skill). Pembelajar harus memiliki berbagai cara dalam mengerjakan sesuatu,
terutama yang berkaitan dengan simbol-simbol bahasa dan lainnya, untuk
mempelajari hal-hal baru.
3) Strategi (strategy). Pembelajar
harus mampu menggunakan strategi untuk menghadirkan stimulus yang kompleks;
memilih dan membuat kode bagian-bagian stimulus; memecahkan masalah; dan
melacak kembali informasi yang telah dipelajari.
F.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Belajar
Peristiwa belajar yang terjadi pada
diri peserta didik dapat diamati dari perbedaan perilaku (kinerja) sebelum dan
setelah berada di dalam peristiwa belajar. Adanya kinerja pada peserta didik
itu tidak berarti bahwa peserta didik telah melaksanakan kegiatan belajar,
sebab yang dipentingkan dalam makna belajar adalah adanya perubahan perilaku
setelah peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Belajar
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun faktor eksternal:
a. Faktor
Internal
Faktor
Internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri siswa baik kondisi jasmani
maupun rohani siswa. Faktor Internal dibedakan menjadi:
1.
Faktor Fisiologis
Faktor
Fisiologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan jasmani
seseorang, misalnya tentang fungsi organ-organ, dan susunan-susunan tubuh yang
dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Faktor Fisiologis yang dapat mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
· Tonus (kondisi) badan
Kondisi jasmani pada umumnya dapat
dikatakan melatarbelakangi kegiatan belajar. Keadaan jasmani yang optimal akan
berbeda sekali hasil belajarnya bila dibandingkan dengan keadaan jasmani yang
lemah. Sehubungan dengan keadaan atau kondisi jasmani tersebut, maka ada dua
hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Cukupnya
nutrisi (nilai makanan dan gizi),
2)
Keadaan fungsi-fungsi fisiologis
tertentu, artinya keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang dapat
mempegaruhi kegiatan belajar di sini adalah fungsi-fungsi panca indera.
2.
Faktor
Psikologis
Faktor
Psikologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadaan kejiwaan siswa.
Faktor Psikologis dapat dibedakan menjadi:
a.
Bakat
Bakat adalah kemampuan
potensial yang dimiliki anak untuk mencapai keberhasilan. Bakat akan dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar anak dalam bidang-bidang studi
tertentu. Jadi, merupakan hal yang tidak bijaksana apabila orang tua memaksakan
kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan atau keahlian tertentu
tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya.
b.
Minat
Minat adalah kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar untuk sesuatu. Dalam minat,
ada dua hal yang harus diperhatikan:
1)
Minat
Pembawaan, minat
ini muncul dengan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, baik kebutuhan
maupun lingkungan.
2)
Minat yang muncul karena adanya pengaruh
dari luar, minat seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh lingkunga
dan kebutuhan.
c.
Intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan
psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan cara yang tepat.
d. Motivasi
Motivasi adalah
keadaan internal manusia yang mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Fungsi
motivasi adalah mendorong sesorang untuk interes pada kegitan yang akan
dikerjakan, menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak
dicapai, dan mendorong seseorang untuk pencapaian prestasi, yakni dengan adanya
motovasi yang baik dalam belajar, akan menunjukkan hasil belajar yang baik
pula.
b.
Faktor Eksternal
Faktor Eksternal
adalah faktor yang timbul dari luar diri siswa. Faktor Eksternal dibagi menjadi
dua macam, yaitu:
1.
Faktor Sosial
Faktor
sosial dibagi menjadi beberapa lingkungan, yaitu:
a.
Lingkungan
keluarga, yaitu:
·
Orang tua
Orang
tua berkewajiban memberi pengertian dan dorongan serta semaksimal mungkin
membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi anak di sekolah.
·
Suasana rumah
Suasana
rumah yang akrab, menyenangkan dan penuh kasih sayang, akan memberikan dorongan
belajar yang kuat bagi anak.
·
Kemampuan ekonomi keluarga
Hasil
belajar yang baik, tidak dapat diperoleh hanya dengan mengandalkan
keterangan-keterangan yang diberikan oleh guru di depan kelas, tetapi juga
alat-alat belajar yang memadai, seperti
buku, pensil, pena, peta, bahkan buku bacaan.
·
Latar Belakang Kebudayaan
Tingkat
pendidikan dan kebiasaan dalam keluarga, akan mempengaruhi sikap anak dalam
belajar.
b.
Lingkungan
Guru, yaitu:
·
Interaksi guru dan murid
·
Hubungan antar murid
·
Cara penyajian bahan pelajaran
c.
Lingkungan
Masyarakat, yaitu:
·
Teman Bergaul
·
Pola Hidup Lingkungan
·
Kegiatan dalam masyarakat
·
Media Massa
2.
Faktor
Non-sosial
Faktor non-sosial adalah sebagai berikut:
·
Sarana dan
prasarana sekolah, adalah sebagai
berikut:
a)
Kurikulum
Kurikulum
yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah,
atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum
sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum pada dasarnya disusun berdasarkan
tuntutan zaman dan kemajuan masyarakat yang didasarkan suatu rencana
pembangunan lima tahunan yang diberlakukan pemerintah. Dengan kemajuan dan
perkembangan masyarakat, timbul tuntunan kebutuhan baru, akibatnya kurikulum
perlu dikonstruksi yang menimbulkan lahirnya kurikulum baru. Perubahan
kurikulum sekolah menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu adalah:
ü Tujuan yang akan dicapai mungkin berubah, bila
tujuan berubah maka pokok bahasan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi akan
berubah. Sekurang-kurangnya, kegiatan belajar mangajar perlu diubah,
ü Isi pendidikan berubah; akibatnya buku-buku
pelajaran dan buku bacaan serta sumber yang lain akan berubah. Hal ini
menimbulkan anggaran pendidikan disemua tingkat,
ü Kegiatan belajar mengajar berubah, akibatnya guru
harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendekatan mengajar yang baru.
Bila pendekatan belajar berubah, maka kebiasaan siswa akan mengalami perubahan,
dan
ü Evaluasi berubah; akibatnya guru akan mempelajari
metode dan teknik evaluasi belajar yang baru. Bila evaluasi berubah, maka siswa
akan mempelajari cara-cara belajar yang sesuai dengan ukuran lulusan yang baru.
Perubahan kurikulum dapat menimbulkan masalah
bagi guru, siswa, petugas pendidik serta orang tua siswa. Bagi guru, ia perlu
mengadakan perubahan pembelajaran. Dalam hal ini guru harus menghindarkan diri dari cara-cara belajar
”lama”. Bagi Siswa, ia perlu mempelajari cara-cara belajar, buku pelajaran, dan
sumber belajar yang baru dengan cara siswa harus menghindarkan diri dari
cara-cara belajar ”lama”. Bagi petugas pendidik, ia juga perlu mempelajari tata
kerja pada kurikulum “baru”, dan menghindarkan diri dari tata kerja pada
kurikulum ”lama”. Bagi Orang Tua siswa, ia perlu mempelajari maksud, tata
kerja, peran guru, dan peran siswa dalam belajr pada kurikulum “baru” serta
memahami adanya metode dan teknik belajar “baru” bagi anak-anaknya maka ia
dapat membantu proses belajar anaknya secara baik.
b)
Media pendidikan
Media
pendidikan dapat berupa buku-buku di perpustakaan, laboratorium, LCD, komputer
dan lain sebagainya. Media pendidikan dalam proses belajar adalah barang mahal.
Barang-barang tersebut dibeli dengan uang pemerintah dan uang masyarakat.
Maksud pembelian tersebut adalah untuk mempermudah siswa belajar. Dengan
tersedianya media pendidikan berarti menuntut guru dan siswa dalam
menggunakannya.
Peranan guru adalah
sebagai berikut:
ü memelihara, mengatur media untuk menciptakan
suasana belajar yang menggembirakan,
ü memelihara dan mengatur sasaran pembelajaran yang
berorientasi pada keberhasilan siswa belajar, dan
ü mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan
prasarana dan sarana secara tepat guna.
Peranan siswa sebagai berikut:
ü ikut serta dan berperan aktif dalam pemanfaatan
media pendidikan secara baik,
ü ikut serta dan berperan aktif dalam pemanfaatan
media pendidikan secara tepat guna,
ü menghormati sekolah sebagai pusat pembelajaran
dalam rangka pencerdasan kehidupan generasi muda bangsa.
c) Keadaan gedung
Dengan banyaknya
jumlah siswa yang membeludak, keadaan gedung dewasa ini masih sangat kurang.
Mereka harus duduk berjejal-jejal di dalam kelas. Faktor ini tentu menghambat
lancarnya kondisi belajar siswa. Keadaan gedung yang tua dan tidak direnovasi,
serta kenyamanan dan kebersihan di dalam kelas yang masih kurang. Hal itu,
dapat menimbulkan ketidak nyamanan siswa dalam belajar. Sehingga kegiatan
belajar mengajar tidak dapat berjalan dengan baik.
d) Sarana
Belajar
Sarana belajar
di sekolah, juga akan mempengaruhi kondisi belajar siswa. Perpustakaan yang
tidak lengkap, papan tulis yang sudah buram, laboratorium yang darurat atau
tidak lengkap, tempat praktikum yang tidak memenuhi syarat, tentu akan
mempengaruhi kualitas belajar, dan pada akhirnya akan mempengaruhi hasil
belajar siswa. Begitu pula sebaliknya.
e) Waktu belajar
Karena keterbatasan
gedung sekolah, sedangkan jumlah siswa banyak, maka ada siswa yang harus
terpaksa sekolah di siang hingga sore hari. Waktu di mana anak-anak harus
beristirahat, tetapi harus masuk sekolah. Mereka mendengarkan pelajaran sambil
mengantuk. Berbeda dengan anak yang belajar di pagi hari. Sebab, pikiran mereka
masih segar, dan jasmani dalam kondisi baik. Karena belajar di pagi hari, lebih
efektif daripada belajar pada waktu lainnya. Oleh karena itu alangkah baiknya
kegiatan belajar di sekolah dilaksanakan pada pagi hari.
f) Rumah
Kondisi rumah yang
sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki
sarana umum untuk anak, akan mendorong siswa untuk berkeliaran ke tempat-tempat
yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan seperti
ini jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa.
g) Alam
Hal ini dapat
berupa keadaan cuaca yag tidak mendukung anak untuk melangsungkan proses
belajar mengajar. Kalaupun berlangsung, tentu kondisi belajar siswa akan kurang
optimal.
G.
Jenis Belajar dan Kondisinya
Gagne (dalam
Richey, 2000) menyatakan bahwa dibutuhkan belajar yang efektif untuk berbagai
jenis/ kategori kemampuan belajar. Kondisi belajar dibagi atas lima kategori
belajar sebagai berikut:
1.
Keterampilan intelektual (Intellectual Skill): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar
yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali keterampilan keterampilan bawahan
(yang sebelumnya), pembimbing dengan kata-kata atau alat lainnya,
pendemonstrasian penerapan oleh siswa dengan diberikan balikan, pemberian review.
2.
Informasi
verbal (Verbal Information): untuk jenis belajar
ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan kembali konteks dari
informasi yang bermakna, kinerja (performance) dari pengetahuan baru yang konstruktsi,
balikan
3.
Strategi
kognitif (Cognitive Strategy/problem solving):
untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah pengambilan
kembali aturan-aturan dan konsep-konsep yang relevan, penyajian situasi masalah
baru yang berhasil, pendemonstrasian solusi oleh siswa.
4.
Sikap (Attitude): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang
dibutuhkan adalah pengambilan kembali informasi dan keterampilan intelektual
yang relevan dengan tindakan pribadi yang diharapkan. Pembentukan atau
pengingatan kembali model manusia yang dihormati, penguatan tindakan pribadi
dengan pengalaman langsung yang berhasil maupun yang dialami oleh orang lain
dengan mengamati orang yang dihormati.
5.
Keterampilan motorik (Motor Skill): untuk jenis belajar ini, kondisi belajar yang dibutuhkan adalah
pengambilan kembali rangkaian unsur motorik, pembentukan atau pengingatan
kembali kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan, pelatiahn
keterampilan-keterampilan keseluruahn, balikan yang tepat.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Belajar
merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu
mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Konsep
tentang belajar mengandung tiga unsur utama yaitu: a) belajar berkaitan dengan
perubahan perilaku; b) perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh
proses pengalaman;c) perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif
permanen. Unsur-unsur yang terdapat dalam belajar yaitu: peserta didik,
rangsangan (stimulus), memori dan respon.
Hasil belajar
merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami
kegiatan belajar. Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang disebut
dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik. Gagne menyusun delapan hierarkhi tugas belajar yang meliputi: 1)
Belajar tanda; 2) belajar stimulus-response; 3) jalinan; 4) jalinan verbal; 5)
belajar membedakan; 6) belajar konsep; 7) belajar kaidah; 8) pemecahan masalah.
Beberapa prinsip belajar dilihat dari kondisi eksternal yang dikemukakan oleh
Gagne diantaranya : keterdekatan, pengulangan dan penguatan. Selain itu dari
kondisi internal, prinsip belajar lainnya adalah a) informasi faktual b)
kemahiran intelektual c) dan strategi. Sedangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal
dalam diri siswa. Gagne menyatakan bahwa dibutuhkan belajar yang efektif untuk
berbagai jenis/ kategori kemampuan belajar. Kondisi belajar dibagi atas lima
kategori belajar, yaitu: 1) Keterampilan Intelektual; 2) Informasi Verbal; 3)
Strategi Kognitif; 4) Sikap; dan 5) Keterampilan Motorik.
B.
Saran
Dengan mengetahui tentang
faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses belajar diharapkan pendidik maupun
pelajar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta dapat menngkatkan
kualitas belajarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’I,
Achmad. Anni, Catharina Tri. Semarang : Universitas Negeri Semarang Press,
2011.