PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengenalan
terhadap tingkat-tingkat perkembangan kognitif sangatlah penting untuk
diketahui para guru juga kita sebagai calon guru Sekolah Dasar, terutama adalah
ciri-ciri yang terdapat di setiap fase atau tingkat perkembangan. Dengan
melihat cirri-ciri tersebut seorang guru mampu menggunakan cara yang tepat
dalam melakukan pembelajaran di kelas terutama pembelajaran IPS SD.
Mengingat
dalam menyampaikan pelajaran IPS guru di SD sering mengalami kesulitan dan
kesukaran, dengan mengetahui tingkat-tingkat perkembangan kogniitf peserta
didik seorang guru diharapkan mampu menggunakan metode, media, model, serta
teknik yang tepat dalam membelajarkan IPS kepada peserta didik pada setiap fase
yang berbeda sehingga tujuan belajar
yang ingin dicapai.
Selain
itu tidak jarang kita temui bahwa sebagian besar siswa seringkali mengalami
kesulitan dalam menyerap pelajaran yang pada akhirnya berakibat pada tidak
maksimalnya hasil belajar. Hal ini bisa terjadi karena beberapa factor, antara
lain factor dari dalam diri siswa serta factor dari luar siswa. Salah satu yang
mempengaruhinya yaitu tingkat kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran pada
saat kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Oleh
karena itu mengapa seorang guru harus mengetahui tingkat-tingkat perkembangan
kognitif seorang anak serta tingkat kesiapan belajar peserta didik dalam
menerima pembelajaran IPS.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
tingkat-tingkat perkembangan kognitif menurut Piaget?
2.
Bagaimanakah
tingkat kesiapan belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui tingkat-tingkat perkembangan kognitif peserta didik menurut teori
Piaget.
2.
Untuk
mengetahui tingkat kesiapan peserta didik dalam pembelajran IPS.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tingkat-tingkat
Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Walaupun teori
perkembangan Piaget dikembangkan berdasarkan hasil pengamatannya pada anak-anak
di Barat, tetapi sebagai acuan dapat juga dipertimbangkan. Menurut Piaget,
tingkat perkembangan kognitif anak melalui empat tahap. Anak usia sekitar 7
tahunan sampai 11 tahunan tergolong ke dalam masa operasi konkret. Jadi tingkat
inilah yang terpenting ditelaah. Di bawah ini dicantumkan keempat tingkat
perkembangan anak dan cirri-ciri umumnya.
1. Sensorimotor (
sampai umur 2 tahun ).
Anak-anak
mempelajari seperti apa benda-benda melalui alat inderanya (rabaan, perasaan,
pengecap, penciuman dan pendengaran ).
2. Preoperasional
( 2 – 7 tahun ).
Pada tingkat ini
anak secara berangsur dapat memikirkan lebih dari satu benda dalam waktu yang
bersamaan. Mereka mulai menguasai lambang-lambang yang memungkinkan manipulasi
secara mental. Akan tetapi penalaran masih sangat dipengaruhi oleh persepsi.
Pemakaian bahasa masih egosentrik, kata-kata mempunyai makna yang khas. Karena
itu kemampuan mereka untuk memandang pendapat orang lain terbatasi.
3. Operasi konkret
(7 – 11 tahun ).
Anak-anak telah
mampu memikirkan lebih dari satu benda pada saat bersamaan dan dapat memahami
bahwa benda yang berbeda bentuknya mempunyai volume sama. Juga anak mampu
mengembalikan bentuk bulat menjadi bentuk asal, misalnya bulat panjang.akan
tetapi pemikirannya masih terbatas mengenai benda yang konkret, dan akan
kesulitan apabila menggenerasikan lebih dari satu.
4. Operas formal
(11 tahun ke atas ).
Anak-anak telah
mampu memandang benda yang hipotetis, benda yang sebenarnya tidak ada tetapi
merupakan abstraksi mental. Anak-anak bertambah kemampuannya untuk berfikir
secara proporsional dan membentuk hipotesis.
Anak usia Sekolah
Dasar berkisar antara 6 sampai 12 tahun. Dengan demikian sebagian besar
anak-anak tersebut tergolong ke dalam tingkat operasi konkret. Di kelas 1 masih
pada tahap preoperasional. Sedangkan anak kelas 5 sudah mulai mencapai
tingkatan operasi formal. Oleh karena IPS diikuti sejak kelas 3 sampai kelas 6
maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya anak-anak yang mengikuti pembelajaran
IPS telah mencapai operasi formal.
Yang perlu dicatat ialah setiap anak pasti melalui tahap-tahap perkembangan
kognitif. Jadi dalam merancang embelajaran IPS, guru perlu memperhatikan hal
tersebut. Apa yang telah diuraikan di atas seyogyanya menjadi dasar
pertimbangan dalam:
ü
Pemilihan isi bahan belajar mulai dari fakta, konsep,
generalisasai dan teori sampai pada kedalaman dan keluasan yang cocok untuk
anak.
ü
Tata urutan bahan
belajar yang ditata berdasarkan perkebangan kemapuan anak.
ü
Strategi pembelajaran.
B.
Tingkat Kesiapan Belajar Anak Didik dalam Pembelajaran IPS
Sifat-sifat anak
yang telah diuraikan terdahulu akan bermuara pada kesiapan belajar. Yang
merupakan suatu gambaran keseluruhan secara utuh. Artinya dalam kesiapan ini
yang siap adalah siswa. Bukan hanya kesiapan berpikir atau kesiapan afektif
saja, akan tetapi merupakan kesiapan seutuhnya. Menurut Connel dkk tingkat
kesiapan belajar dapat dibagi menjadi dua yaitu, kesiapan kognitif dan kesiapan
afektif ( Connel, et al.1968; dalam buku Djodjo Suradisastra. Pendidikan IPS 3.
1991 ).
Kesiapan kognitif
bertalian dengan hal-hal tentang pengetahuan, berfikir, dan penalaran. Kesiapan
kognitif dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, bergantung pada kematangan
intelektual. Selanjutnya ialah latar belakang pengalaman dan tingkat
pencapaian. Ketiga, struktur pengetahuan yang telah dimiliki. Keempat, penyajian
bahan belajar yang baru.
Connel dkk
menyatakan bahwa banyak guru dan petugas bimbingan yang menganggap anak yang
mempunyai kemampuan intelektual tinggi tetapi kurang berhasil dalam belajar
adalah karena kurang siap secara afektif. Mereka kurang termotivasi untuk
belajar. Motivasi untuk berprestasi pada mereka kurang tinggi.
Walaupun yang
mempengaruhi keberhasilan belajar adalah tingkat kesiapan secara keseluruhan
umun yang sering ditnjolkan adalah kesiapan kognitif. Oleh karena itu Bruner
menganggap bahwa kesiapan sesuai dangan perkembangan intelektual anak. Dapat
juga diartikan sebagai cara bagaimana anak memandang dunia realistis. Bagi
Bruner kesiapan merupakan peristiwa aktif yang mempengaruhi lingkungan belajar.
Kesiapan bukanlah peristiwa yang ditunggu kedatangannya. Kesiapan tidak
bersifat pasif.
Berdasarkan pada anggapan tersebut Bruner mengungkapkan bahwa dalam belajar
kita menghadapi tiga presentasi tentang dunia realitas: enaktif (enactive),
ikonik (iconic), dan simbolik (symboli). Perwujudan enaktif bersifat
manipulativ, harus ditangani. Perwujudan enaktif merupakan pengalaman langsung.
Perwujudan ikonik merupakan pengalaman yang didasarkan pada media, visual dan
pada imaginasi internal. Perwujudan simbolik dadasarkan pada yang abstrak,
relativ dan fleksibel.
Menurut Bruner
kesiapan bergantung pada paduan dari tiga bentuk perwujudan di atas, bukan
suatu penungguan. Kesiapan merupakan peristiwa yang timbul dari lingkungan
belajar yamg kaya dan bermakna dihadapkan pada guru yang mendorong siswa dalam
belajar sebagai peristiwa yang menggugah.
Kesiapan untuk
membaca sudah tersedia bahan tesnya. Sedangkan tes khusus untuk mengetahui kesiapan
dalam pengajaran IPS tidak ada (Preston dan Herman, 1981; dalam buku Djodjo
Suradisastra. Pendidikan IPS 3. 1991). Oleh karena itu tingkat kesiapan dalam
pengajaran IPS lebih banyak bersifat dugaan. Walaupun demikian kita dapat
menerima pendapat Bruner yang menyatakan bahwa setiap bahan belajar dapat
disajikan kapada anak pada tingkatan perkembangan manapun. Hal ini perlu
ditafsirkan bahwa sajian tersebut bukanlah mengenai seutuhnya keseluruhan teori
yang rumit.
Seperti telah
diungkapkan di atas bahwa dalam pengajaran IPS terdapat konsep “jauh” dari
pengalaman siswa. Juga terdapat konsep abstrak. Dalam hal ini maka dengan
melihat adanya tingkat kesiapan yang berbeda kita dituntut untuk lebih
berhati-hati. Giru dituntut untuk berfikir lebih jauh, bahkan belajar ditata
secara bertahap berkesinambungan. Dengan meningkatnya kecanggihan sarana
komunikasi elektronik, misalnya internet, akses informasi dari seluruh penjuru
dunia lebih cepat dan mudah.
Hal-hal ini
walaupun terbatas juga akan mempercepat perluasan anak-anak. Dengan melihat hal
ini pada masa sekarang lingkungan anak menjadi semakin luas. Dengan demikian
penginerpretasian “lingkungan meluas” tidak bersifat terlalu kaku. Cukup
disayangkan bahwa bahan belajar IPS kurang populer di kalangan anak. Kekurangpopuleran
ini bertambah karena anak tampaknya kurang peduli terhadap IPS. Oleh karena itu
dalam pembelajaran IPS perlu diamati kapan kesiapan anak belajar dapat
dirangsang. Hal ini perlu dilakukan karena kesiapan merupakan paduan antara
lingkungan belajar dan suasana belajar. Di dalam lingkungan belajar yang
menantang seperti itulah anak dibawah dorongan guru siap belajar. Siswa yang
belajar IPS terdiri dari anak-anak yang beraneka umur dan perkembangannya.
Pentingnya hal-hal yang dibahas di atas ialah menjadikan guru lebih awas dan
waspada. Guru tidak dapat begitu saja beranggapan bahwa anak telah siap untuk
belajar. Guru pun tidak dapat bernggapan bahwa karena bahan belajar yang dapat
dikembangkan dalam pengajarn IPS cukup beragam, maka IPS akan menarik minat
anak. Pendeknya, dengan memahami beberapa sifat anak yang belajar dan sifat
pengajaran IPS maka guru mempunyai bekal yang memadai dalam menyiapkan
pengaraha IPS. Dengan demikian diharapkan kekeliruan dalam pembelajaran IPS
dapat diperkecil.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Tingkat perkembangan kognitif anak melalui empat tahap
yaitu : Sensorimotor
(Anak-anak mempelajari seperti apa benda-benda melalui alat inderanya),
Preoperasional (Pada tingkat ini anak secara
berangsur dapat memikirkan lebih dari satu benda dalam waktu yang bersamaan),
Operasi
konkret (dapat memahami bahwa benda yang
berbeda bentuknya mempunyai volume sama),
dan Operas
formal (Anak-anak telah mampu memandang benda
yang hipotetis).
Kesiapan kognitif
bertalian dengan hal-hal tentang pengetahuan, berfikir, dan penalaran. Kesiapan
kognitif dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, bergantung pada kematangan
intelektual. Selanjutnya ialah latar belakang pengalaman dan tingkat
pencapaian. Ketiga, struktur pengetahuan yang telah dimiliki. Keempat, penyajian
bahan belajar yang baru.
B.
Saran
Sebagai
calon guru sekolah dasar kita harus mampu mengetahui tingkat-tingkat
perkembangan kognitif peserta didik agar bisa menyampaikan materi sesuai dengan
tingkat kemampuan siswa sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Selain itu kita
harus bisa mengetahui sifat-sifat peserta didik serta tingkat kesiapan peserta
didik dalam menerima pembelajaran khususnya IPS, sehingga materi yang kan
disampaikan dapat diserap secara maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Djodjo Suradisastra, dkk. 1991. Pendidikan
IPS 3. Jakarta: Depdikbud.
Dwi Siswoyo, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
http://dheekape.blogspot.com/2011/04/pendidikan-ips-sd.html