BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa kanak-kanak dimulai setelah masa bayi yang penuh ketergantungan,
yakni kira-kira usia 2 tahun sampai anak matang secara seksual, yakni kira-kira
usia 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria. Selama periode ini
(kira-kira 11 tahun bagi wanita dan 12 tahun bagi pria) terjadi sejumlah
perubahan yang signifikan, baik secara fisik maupun psikologis.
Sejumlah ahli membagi masa anak-anak menjadi dua yaitu masa anak-anak
wala dan masa anak-anak akhir. Masa anak-anak awal berlangsung dari 2 sampai 6
tanuh, dan masa anak-anak akhir dari usia 6 tahun sampai saat anak matang seara
seksual.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang perkembangan masa anak-anak awal
yaitu tentang:
1. Perkembangan
personal dan sosial
2. Perkembangan
perasaan dan emosi
3. Perkembangan
moral
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah perkembangan
personal dan sosial?
2.
Apakah perkembangan
perasaan dan emosi?
3.
Apakahperkembangan
moral?
C.
Tujuan
4. Mengetahui perkembangan
personal dan sosial
5. Mengetahui perkembangan
perasaan dan emosi
6. Mengetahui perkembangan
moral
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Personal Dan Sosial
Pakar
psikologi yang mengembangkan teori perkembangan personal dan sosial adalah Erik
Erikson. Dia menyatakan bahwa seseorang dalam kehidupannya akan melewati
delapan tahap psikososial, yaitu:
1.
Tahap kepercayaan VS ketidakpercayaan
(0 – 1 tahun)
Jika pada tahap ini bayi diasuh dengan rasa nyaman maka akan timbul
kepercayaan. Apabila diasuh dengan negatif atau diabaikan akan menimbulkan rasa
ketidakpercayaan.
2.
Tahap otonomi VS malu dan ragu (1 –
2 tahun)
Pada tahap ini jika bayi mempercayai pengasuhnya, mereka akan menegaskan
independensi dan menyadari kehendaknya sendiri. Jika bayi terlalu banyak
dibatasi, mereka akan mengembangkan sikap malu dan ragu.
3.
Tahap inisiatif VS rasa bersalah (3
– 5 tahun)
Pada tahap ini anak akan mempunyai inisiatif apabila mengemban tanggung
jawab. Anak akan merasa bersalah bila tidak bertanggung jawab dan merasa cemas.
4.
Tahap upaya VS inferioritas (6 – 10
tahun)
Saat imajinasi mereka berkembang, anak yang punya inisiatif akan
bersemangat untuk belajar. Bahayanya, anak menjadi rendah diri, tidak produktif
dan inkompetensi.
5.
Tahap identitas VS kebingungan (10 –
20 tahun)
Pada tahap ini, apabila remaja diberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi
guna memahami identitasnya, remaja akan menemukan identitasnya. Bila tidak
diberi kesempatan remaja akan mengalami kebingungan mengenai identitas dirinya.
6.
Tahap intimasi VS isolasi (20 – 40
tahun)
Pada tahap ini, setelah menemukan identitasnya, orang akan mulai membentuk
hubungan yang positif dengan orang lain. Bila tidak, orang akan terisolasi
secara sosial.
7.
Tahap generativitas VS stagnasi (40
– 60 tahun)
Pada tahap ini orang dewasa akan membantu generasi muda untuk mengembangkan
hidup yang berguna. Di sisi lain ada pula orang dewasa yang tidak melakukan
apapun untuk membantu generasi muda.
8.
Tahap integritas VS putus asa (60
tahun ke atas)
Pada tahap ini orang tua akan merenungi kembali hidupnya. Apabila
evaluasinya positif, mereka akan mengembangkan rasa integritas. Apabila
evaluasinya negatif, mereka akan putus asa.
Perkembangan
sosial lebih diwarnai dengan dua aktivitas yang berlawanan yaitu otonomi dan
keterikatan. Di sisi lain remaja dapat mengatur diri sendiri dan mencapai
kebebasan (otonomi), di sisi lain remaja masih terikat hubungan dengan orang
tua.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial antara lain:
·
Keluarga : Cara
mendidik anak yang digunakan orang tua sangat
berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku anak.
·
Sekolah : Di
sekolah, guru memasukkan pengaruhnya terhadap
sosialisasi
anak.
·
Masyarakat :
Penerimaan dan penghargaan secara baik dari masyarakat
terhadap
diri anak mendasari perkembangan sosial yang
sehat, citra
diri yang positif dan rasa percaya diri yang
mantap.
B. Perkembangan Perasaan Dan Emosi
Perasaan berkaitan
dengan emosi. Emosi bersifat intens daripada perasaan, lebih ekspresif dan ada
kecenderungan untuk meletus. Emosi dapat timbul dari kombinasi beberapa
perasaan. Emosi juga mempengaruhi tingkah laku. Ada beberapa teori yang
membahas hubungan antara emosi dan tingkah laku.
1.
Teori Sentral= Perubahan jasmani
timbul akibat emosi.
2.
Teori Perifir= Perubahan psikologis
yang terjadi dalam emosi disebabkan adanya perubahan fisiologis.
3.
Teori Kedaruratan Emosi= Emosi
merupakan reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi darurat.
Emosi
dipengaruhi oleh:
* Kondisi
yang ikut mempengaruhi emosi dominan:
·
kondisi
kesehatan
·
hubungan dengan teman sebaya
·
kondisi rumah
·
perlindungan yang berlebihan
·
cara mendidik anak
·
aspirasi orang tua
·
hubungan dengan para anggota
keluarga
·
bimbingan
* Kondisi
yang menunjang timbulnya emosionalitas yang menguat:
-
kondisi fisik
-
kondisi psikologis
-
kondisi lingkungan
Ragam faktor
yang mempengaruhi perkembangan emosi seseorang menyebabkan reaksi yang
dimunculkan oleh individu-individu terhadap suatu keadaan tidaklah sama antara
individu yang satu dengan individu yang lain. Hal tersebut karena perasaan atau
emosi bersifat subjektif dibandingkan peristiwa psikis yang lain. Selain itu
karena perasaan berhubungan dengan pengenalan atau pengalaman seseorang.
C. Perkembangan
Moral
1. Pandangan Piaget
Piaget
membagi 2 tahap perkembangan moral yaitu:
Tahap Heteronomous
|
Tahap Otonomous
|
Penalaran model didasarkan pada
hubungan keterpaksaan
|
Penalaran moral didasarkan pada
hubungan kerjasama, pengakuan bersama antar kesamaan individu dan setiap
individu dianggap sama
|
Penalaran moral didasarkan pada
realisme moral. Aturan dianggap sebagai sesuatu yang kaku, berasal dari luar
dirinya dan dipegang oleh orang yang berkuasa, tidak terbuka untuk
bernegosiasi, kebenaran berkaitan dengan ketaatan pada orang dewasa dan
aturan.
|
Penalaran moral direfleksikan pada
sikap moral yang rasional. Aturan dianggap sebagai produk dari kesepakatan
bersama, terbuka untuk negosiasi ulang, dilegitimasi oleh setiap orang,
kebenaran berkaitan dengan kegiatan yang sesuai dengan persyaratan kerjasama
dan saling menghormati
|
Kejahatan dinilai dari konsekuensi
atas tindakan, keadilan disamakan dengan isi keputusan orang dwasa, kesewenag-wenangan
dan hukuman dipandang sebagai keadilan. Hukuman dipandang sebagai konsekuensi
dari pertahanan
|
Kejahatan dipandang sebatas
perilaku yang bersikap relatif, keadilan diperlakukan secara sama atau
memperhitungkan kebutuhan individu. Kewajaran hukuman dimaknai melalui
kelayakan terhadap pertahanan.
|
2. Pandangan Kolhberg
Kolhberg
menyusun teori perkembangan moral terdiri dari 3 level utama dengan 2 tahap
pada setiap levelnya. Konsep penting memahami perkembangan dari teori Kolhberg
adalah internalisasi, artinya perubahan perkembangan dari perilaku yang
dikontrol secara eksternal ke perilaku yang dikontrol secara internal.
LEVEL 1
Prakonvensional
Tidak ada internalisasi
|
LEVEL 2
Konvensional
Internalisasi pertengahan
|
LEVEL 3
Postkonvensional
Internalisasi penuh
|
Tahap 1
Heteronomous morality
|
Tahap 2
Individualisme, tujuan dan pertukaran
|
Tahap 3
Ekspetasi interpersonal mutual, hubungan dan
konformitas interpersonal
|
Tahap 4
Moralitas sistem sosial
|
Tahap 5
Kontrak sosial/ utilitas dan hak individu
|
Tahap 6
Prinsip etika universal
|
Anak patuh
karena orang dewasa menyuruh mereka untuk patuh. Orang mendasarkan pada
keputusan moralnya karena takut hukuman.
|
Individu
mengejar kepentingannya sendiri, tetapi membiarkan orang lain melakukan hal
yang sama. Apa yang benar melibatkan pertukaran yang seimbang.
|
Individu
menggunakan rasa percaya, perhatian, dan loyalitas kepada orang lain sebagai
basis untuk penilaian moral.
|
Penilaian
moral didasarkan pada pemahaman dan aturan sosial, hukum, keadilan dan
kewajiban.
|
Individu
memahami bahwa nilai, hak, dan prinsip mendasari atau mengatasi hukum.
|
Orang
telah mengembangkan penilaian moral berdasarkan hak asasi manusia yang
universal ketika berhadapan dengan dilema antara hukum dan kesadaran, yang
akan diikuti adalah kesadaran individual seseorang
|
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Perkembangan sosial merupakan pencapaian dalam
hubungan sosial. Anak diahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti dia belum
memiliki kemampuan bergaul dengan orang lain. Oleh karena itu, untuk mencapai
kematangan sosial anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan dengan
orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau
pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang tua, saudara,
atau teman sebayanya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengruhi oleh
proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan
berbagai aspek kehidupan sosial., atau norma-norma kehidupan bermasyarakat
serta mendorong atau memberi contoh kepada anakanya bagaimana menerapkan
norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua
ini lazim disebut dengan sosialisasi. Sosialisasi dari orang tua ini sangat
penting bagi anak, karena dia masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman
untuk membimbing perkembangannya sendiri kearah kematangan. Melalui pergaulan
atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa
lainnya maupun teman bermain, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah
laku sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Rifai,
Achmad dan Tri Anni, Catharina. 2009. Psikologi Pendidikan.
Semarang: Unnes Press